Ada rekan ahli struktur menulis: “Di paper saya bandingkan ada 9 rumus utk Ec. Padahal Ec ini perannya penting dalam analisis. Kemungkinan apakah nilai Ec berubah sesuai kondisi model dan tegangan-regangannya juga ? Atau ini karena variasi mutu beton saja?”
Saya jadi menulis seperti di bawah ini:
Di tanah (geoteknik) lebih sulit pak kalau soal nilai E, banyak sekali rumusnya. Dan umumnya dasar korelasinya menggunakan teori Mohr Coulomb. Yaitu nilai E50.
Padahal tanah non-linear dan nilai E berubah bersama regangannya. Nah ini juga kompleks karena sulit juga untuk mendapatkan hubungan tegangan regangan yang representatif karena sifat tanah yang bukan material buatan melainkan material alam.
Di samping itu dalam analisis dinamik harus pakai nilai Eo atau Go yang diperoleh dari tengangan-regangan saat regangan kecil.
Ribet? Ya ribet, makanya hitungan deformasi di geoteknik itu susah dan dapat dikatakan hampir tidak mungkin untuk mendapatkan nilai yang presisi.
Dalam dunia geoteknik sangat perlu untuk mengenal Perilaku Tanah dan ini adalah cabang ilmu mekanika tanah tersendiri. Tanpa mengenal perilaku tanah setempat maka tidak jarang bisa berakibat desain yang boros atau sebaliknya tidak aman.
Lalu ada komen: “Saya pernah dibantu teman PhD geoteknik untuk hitung deformation pondasi. Hasilnya ada perbedaan deformation 11 cm. Bangunan ini ada secant pile keliling ada basement dengan raft 3m.”
Disamping kemungkinan ada kekurangan dalam assessment pemodelan dan perhitungan kasus di atas, di dalam dunia geoteknik, kita tidak bicara tepat (presisi), melainkan bicara: within the reasonable limits, with enough redundancy factor (safety factor) to anticipate the variability in the actual field soil parameters and other unforeseen condition.
Sebagai contoh saja: Tahun 1993-1994 saya pernah hitung settlement rata-rata gedung PI di Jakarta sebesar 9cm. Review staff Prof HG Poulos menghasilkan 30cm+. Setelah diskusi di Sydney, menyamakan persepsi dan parameter tanah, hasil prediksi ya berkisar 9cm. Akhirnya, kenyataan di akhir konstruksi Gedung terjadi settlement sekitar 3cm saja. Sayang tidak ada pengukuran settlement lagi selanjutnya. Sebagai catatan saja perhtungan kami termasuk settlement jangka panjang (konsolidasi).
Timbul pertanyaan lanjutan: “Berapa persen pengertian within the reasonable limits dalam Geoteknik pak?”
Within reasonable limits dalam arti memperhitungkan lower bound (batas bawah) dan upper bound (batas atas) yang bisa terantisipasi dari data tanah.
Lalu timbul lagi pertanyaan: “Berapa persen perbedaan antara upper bound dan lower bound?”
Jawab saya: “Susah bicara, tergantung hasil test tanah. Tentunya test tanah yang representatif.”
Contoh lain, tahun 1989 pernah ada lomba prediksi tinggi embankment yg bisa didirikan di atas Muar Clay di Malaysia. Peserta lomba boleh minta test apa saja, dan akan disediakan panitia.
Prediksi berbagai ahli tinggi timbunan akan runtuh (longsor) pada ketinggian antara 2.5m hingga 12m (kalau tidak salah ingat). Sangat bervariasi jauh ya. Bagaimana kenyataanya?
Hasil akhir setelah didirikan ternyata roboh di sekitar 5.4m.
Profesor saya dari AIT, AS Balasubramaniam keluar sebagai pemenang dengan prediksi sekitar 5.7m (kalau tak salah ingat).
Saat menerima penghargaan dan diminta bicara bagaimana beliau bisa prediksi dengan relatif tepat. Beliau berucap: “Hanya kebetulan saya sangat familiar dengan perilaku clay. Jadi bukan karena saya pintar. Prediktor yang ikut lomba ini semua orang pandai, cuma kebetulan saya lebih kenal perilaku tanah yang dipertandingkan disini. Itu saja Kelebihan saya.”
Satu lagi yang lain, di Jerman pernah ada lomba prediksi deformasi dinding diaphragma, hasilnya? Semua salah. Cuma yang ini saya tidak ingat persis variasinya.
Atas contoh saya itu, ada pertanyaan: “Prediksi di geotechnical seperti ini apa memakai 3D computational model dengan constitutive modelling seperti di struktur, ya pak?”
Jawaban saya: “Kasus perhitungan settlement dalam contoh saya, saat itu belum ada software modelling seperti sekarang. Saya menghitung manual. Staff Prof Poulos menggunakan software buatan internal mereka, kalau gak salah dulu namanya Defpig. Kasus kedua, yang prediksi dinding diaphragma sudah pakai komputer tapi belum 3D. Masih 2D model dengan beberapa hukum konstitutif geoteknik.”
Dalam rekayasa struktur sekalipun yang materialnya buatan manusia, saya yakin pasti ada certain degree of inaccuracy (derajat ketidak-pastian tertentu). Hanya saja di tanah inaccuracy nya bisa lebih banyak karena tanah adalah material alam yang tidak bisa diatur.
Satu hal lain, dalam pemodelan tanah, tanah merupakan CONTINUUM sedangkan struktur lebih DISCRETE.
Karena itu saya sering mengatakan: Jangan perlakukan tanah sebagai anak tiri, karena sang anak tiri bisa membalas dendam.
Artinya: Jangan pelit dalam soil test dan dalam fee konsultan geoteknik.
15 tahun terakhir ini saya lebih banyak jadi "dokter", alias menghandle kasus kasus geoteknik yang sudah bermasalah sebelumnya.
Diskusi berlanjut dengan pernyataan: “Pernah dijumpai hasil perhitungan modulus E dari geoteknik ternyata 10x lebih besar dari aktual loading test. Pernah juga dijumpai hasil analisis pile capacity 3x lebih kecil dari loading test.”
Saya menjawab: “Karena itu dalam menghandle konstruksi geoteknik yang berat saya sering meminta test tanah tambahan yang lebih canggih, diantaranya CU triaxial test, Pressuremeter, CPTu atau Dilatometer test. Juga preliminary field test jika memungkinkan.”
Timbul komen lanjutan: “Saya rasa masalah geo sangat sulit... ditest berapa banyak pun bisa tidak cocok.”
Saya menjawab:
Nah ini seperti yang saya sebut di atas: Familiarity with the local soil condition sangat lah perlu.
Memang juga tidak pernah bisa precise, karena itu saya bilang: within reasonable limits
Alat canggih saja memang tidak cukup. Perlu prosedur test yang benar, dimana harus di test, interpretasi data test, aplikasi data test. Semua itu sangat perlu dan memerlukan senior Geotech engineer yang berpengalaman, bukan hanya teori tetapi juga pengalaman di lapangan. Termasuk pengalaman mengerjakan struktur geoteknik.
Lalu ada ahli struktur senior yang menulis:
Syarat utk mencapai level Suhu Geoteknik antara lain:
- Pemahaman teori2 yg sangat memadai.
- Pengalaman praktis masif disertai penghayatannya.
- Punya EL (engineering logic) dan EJ (engineering judgement) advance level.
Yang memilik ketiganya itu very limited...
Sangat betul, sekalipun memiliki ketiganya, pasti ada yang kurang dikuasai dalam geoteknik sekalipun.
Kunci keberhasilan sebagai geotechnical enjinir: Teruslah Belajar, berpraktek, tidak segan terjun ke lapangan, jika perlu menjilat tanah (ini bisa untuk membedakan tanah lempung dan tanah lanau), lakukan observasi dan kaji ulang perhitungan yang dilakukan. Lambat laun akan timbul sense of geotechnical judgement yang bagus.
Demikian rangkuman diskusi tadi pagi di sebuah WA Group.
Salam Geoteknik, MMB (Mari Maju Bersama)
GTL, 250118-21:46WIB.