Mengajar Konsep vs Latihan Menghitung
Ada perbincangan di group WA mengenai sistem pengajaran kepada mahasiswa di Ilmu teknik Sipil.
Ada yang mengatakan mengajar konsep itu lebih penting, dan itu termasuk High Order Thinking (Tingkat berpikir tinggi) dibanding mengajar menghitung, karena menghitung itu adalah Low Order Thinking. Soal ini, walau Istilah high and low order thinking atau high and low order teaching, di jaman saya kuliah tahun 79-84 di S1 hingga di S2 87-89, dan sejak menjadi dosen pada tahun 1985 hingga sekarang, dosen-dosen yang berpendapat demikian selalu memberi nilai bagus kepada mahasiswa yang angka hasil hitungan akhir nya salah, namun konsep dan kerangka berpikirnya benar dan bagus, tetap bisa dapat nilai A.
Ada juga yang mengatakan berhitung juga penting, karena toh pada akhirnya seorang ahli teknik sipil tidak lepas dari menghitung. Nah, soal ini jaman sewaktu saya kuliah ada dosen yang hanya memberi nilai lulus atau tidak berdasarkan angka akhir jawaban si mahasiswa, kalau angka akhir salah, walau jalan menuju ke nilai akhir benar semua ya pasti cuma dapat angka 50, alias tidak lulus. Argumentasi sang dosen adalah: Kalau angka akhir salah, dan dibangun proyeknya kan bisa roboh itu proyek. Jadi pendapat si dosen ada benarnya juga. Entah di jaman NOW ini masih ada tidak dosen teknik Sipil seperti itu.
Buat saya pribadi, kedua hal itu hingga level tertentu sama pentingnya, namun menurut saya di jaman NOW, lebih penting menguasai konsep berpikir, sebab hitungan bisa dilakukan lewat software komputer. Dan software komputer sejauh si pengguna menguasai konsep berpikir yang baik dan benar, dia bisa memberi input (masukan) yang benar kepada komputer, dan computer dalam menghitung praktis tidak pernah salah kalau input benar (kecuali kalau ada bug dalam softwarenya).
Karena alas an di atas saya lebih menekankan KONSEP dan CRITICAL THINKING.
Untuk KONSEP, karena saya orang Geoteknik, maka saya ambil contoh di dunia geoteknik kita mengenal parameter kohesi dan sudut geser! Nah apa itu kohesi, apa itu sudut geser, dari mana datangnya? Coba hubungkan dengan ilmu fisika dan mekanika yang sudah anda pelajari sejak SMP hingga minimal semester satu di bangku kuliah, cukup lama bukan? Itu belajar fisika paling tidak sudah minimal 5-6.5 tahun! Contoh lain: Apa itu tekanan vertikal efektif tanah? Bagaimana menghitungnya? Apakah hanya dengan gamma efektif kali kedalaman? Kalau ini yang diajarkan maka dapat dipastikan si mahasiswa nanti akan salah menghitung saat dia praktek. Ini sudah sering saya “ujikan” kepada peserta yang notabene sudah lulus dan berpraktek bahkan ada yang sudah lulus S2 dan sudah mengajar pula. Yang benar harus diajarkan Sigma efektif sama dengan sigma total minus tegangan air pori. Lalu jelaskan mengapa harus begitu! Dan banyak lagi contoh lainnya.
Untuk CRITICAL THINKING, saya mengatakan: Baca dan teliti apa arti setiap hurup di text book, dan pelajari diktat yang diberikan dosen, cerna dan pikirkan, jangan percaya mentah-mentah, anda harus tahu filosofi dibalik suatu rumus, misalnya rumus kuat geser dari Mohr Coulomb, mengapa bisa rumusnya jadi: Tau (kuat geser) = kohesi efektif + Sigma efektif kali tangent phi efektif? Dari mana itu? Kalau anda sudah mengerti dasar filosofi di balik itu maka anda tidak akan salah dalam menerapkan!
Lalu saya katakana: Mengapa kalau orang lulus S3, apapun jurusannya, umumnya bergelar PhD alias Doctor of Philosophy, yang kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia bisa artinya Doktor Filsafat, Lah emang yang lulus S3 engineering atau S3 ekonomi, atau ilmu lainnya belajar filsafat? Disitu artinya kita harus menguasai filosofi dan prinsip-prinsip di belakang apa yang kita bahas dan pelajari. Kalau tidak menguasai itu maka gelar PhD itu akan menjadi Permanent Head Damage, alias kerusakan kepala permanen (sebab cara berpikirnya salah)!
Engineer/Dosen yang hanya menguasai rumus tanpa mengerti filosofi di belakang itu buat saya (maaf) bukan engineer dan bukan educator, melainkan adalah JURU HITUNG semata.
Nah, Kalau mau jadi dosen “favorit dan disukai” mahasiswa/i, tidak sulit, sangat mudah malah, kasih contoh soal, langsung ajarkan cara menghitung (tanpa mengajarkan konsep). Buat soal yang mudah dicerna, dan berikan jawabannya. Lalu di ujian keluarkan soal-soal yang pernah dibahas di kelas, kalau perlu tanpa mengubah angka. Maka niscaya akan banyak yang lulus! Dan kalau si mahasiswa tidak lulus juga, artinya memang si mahasiswa itu SUPER MALAS!! Namun, buat saya, dosen yang mengajar seperti ini bukanlah Pendidik, dia hanyalah seorang Pengajar, dia hanya mengajarkn cara berhitung, bukan mendidik!! Buat saya: *Pendidik dan Pengajar itu berbeda*. Pendidik harus memperhatikan cara berpikir dan attitude si mahasiswa, sementara pengajar cukup hanya mengajarkan apa yang harus dia ajarkan sesuai kurikulum.
Begitu pendapat saya, jadi *Konsep dan Critical Thinking itu sangat perlu, dan itu tugas seorang Educator (pendidik)*.
GTL, 221027,21:37WIB