Trauma Miskin?

Ada teman pernah masuk rumah Pak Harto di Cendana. Dia berujar: "Sedemikian sederhana rumahnya ..... sempat berpikir apa yg dinikmati pak Harto dari harta yg ada dibaliknya. Terbetik komen: "Mungkin dia trauma waktu dia kecil, dililit kemiskinan, sehingga dia tak ingin anak-anaknya mengalami hal yg sama".

He he .... kalau cerita soal trauma, saya juga trauma kali ya, waktu kecil, buang air besar saja benaran di kali, ada WC di rumah, tetapi itu WC menjorok ke sungai, buang, itu kotoran langsung nyemplung masuk ke sungai.

Kalau musim hujan pasti selalu kebanjiran, dan banjir nya membawa ular juga. Selalu saja ada ular masuk rumah atau rumah tetangga.

Sempat sebelah rumah masuk ular python besar. Kami panggil polisi, lalu ditangkap polisi itu ular, kemudian dipotong dan dibagi-bagi di rumah petakan yang kalau gak salah ingat ada sekitar 8 rumah saja. Jadi makanan kami deh itu daging ular. Polisi jaman 60 tahunan lalu tidak minta uang, langsung datang begitu diminta bantuan dan selesai tugas, langsung pulang tanpa menunggu "balas jasa". Salut buat para polisi itu.

Sesudah bisa beli rumah sendiri, beli rumah harus bebas banjir, begitu cita-citanya. Eh ternyata Green Garden kebanjiran juga. Terpaksa meninggikan rumah. Kantor pun kebanjiran. Januari 2020 ini kantor sempat masuk air setinggi 110cm. Nah, ..... rupanya memang harus "berkawan" dengan air karena dilahirkan dengan bintang PISCES. Ya sudah deh, tidak perlu trauma lagi. Malah saya nikmati saja di rumah yang saat banjir beberapa hari tidak ada listrik dengan membaca buku. Anggap saja dikasih waktu untuk bebas dari HP dan hiruk pikuk sehari-hari, dan supaya bersunyi diri membaca buku. Benar-benar sunyi loh karena tidak ada suara mobil juga. Yang ada hanya suara sedikit riak air jika ada orang berlalu mengerobok banjir. Lumayan bisa habis satu dua buku.

Terus trauma miskin dan mau anak bebas dari miskin. Jelas sih ini pasti ada di setiap orang tua. Perkenankan saya cerita sedikit.

Keluarga kami adalah keluarga keturunan guru, papa mama saya guru, dua uwak saya guru satu diantaranya kepala sekolah, 2 bibi saya juga guru. Papa mama mengutamakan pendidikan anak-anaknya, dengan susah payah beliau berdua berhasil menyekolahkan kami, tujuh putra-putrinya, semua hingga level sarjana. Mama mendidik kami dengan disiplin yang keras. Papa mengajarkan bahwa harus giat belajar, beliau menekankan carilah uang dengan jual otak artinya carilah nafkah lewat jalur ilmu pengetahuan, jangan jual tenaga karena jual tenaga bisa mati kelaparan. Jual otak bisa cukup makan cukup pakai. Dan juga ditekankan jangan cari uang lewat keringat dan darah orang lain dalam arti carilah uang dengan halal tanpa lewat korupsi dan tipu menipu.

Alhasil, dua anak papa mama, saya dan satu adik saya menjadi dosen. Sayapun menekankan pendidikan kepada satu putra dan satu putri saya. Putra saya lulus S3 juga menjadi dosen. Putri saya hanya lulus S1 lalu belajar sekolah animasi tanpa gelar, dan menjalani karir sebagai animator berawal di Tiny Island, berlanjut ke Bardel, Sonny Picture, Pixar dan kini di Disney. Satu film dimana dia ikut sebagai salah satu animator mendapat Oscar, yaitu film: Spiderman into the Spider Verse.

Tentu kamipun tidak ingin kembali ke garis kemiskinan, wajar kan ya semua pasti begitu.   Namun saya tetap menekankan kepada dua anak saya agar jangan bermewah-mewah. Spend what we have to spend, save what we can save. Belilah yang diperlukan, boleh sekali waktu beli berdasar keinginan, tetapi jangan bermewah tidak karuan.

Begitu sekedar "ocehan" di pagi hari.

Ups sudah jam 11, waktunya bekerja kembali.

Salam sejahtera, MMB
GTL, 240905-11:05WIB