Dimana-mana sama saja, jika dua negara ribut, apalagi perang, yang jadi korban itu rakyat jelata. Juga jika ada ribut-ribut sendiri di dalam negeri, yang jadi kirban juga rakyat.
Banyak keluarga tercerai berai karena PP10, 1965 dan 1998. Termasuk keluarga kami. Saya ingat betul nenek saya menangis sepanjang hari jalan bolak-balik dalam rumah sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga, 1960 terpaksa "mengekspor" 3 anak, 1965 kembali "mengekspor" 3 anak lagi. 1998 giliran mama saya yang kelihatan tegar tanpa menangis namun saya tahu dan paham betul bahwa hatinya pedih bagai disayat sembilu, karena anak-anaknya juga terpaksa beliau ijinkan untuk mencoba hidup di luar negeri, padahal dulu sekolah/kuliah di luar kota saja kalau bisa beliau tak ijinkan karena beliau ingin dekat dengan anak-anaknya.
Perang Candu, perang Jepang, pemerintah lemah dan korup menyebabkan kesengsaraan membuat banyak orang Tionghoa "mengekspor diri" (alias mengungsi) atau "diekspor paksa" ke banyak negara (contoh: diculik atau ditipu ke California US untuk kerja di tambang emas). Dulu Yahudi tercerai berai juga karena ribut tak berkesudahan di daerah yang sekarang jadi negara Israel dan sekitarnya. Lalu setelah PD2 atas restu PBB balik dan mendirikan negara Israel, mulai lagi deh ribut-ribut sampai sekarang. Yang korbban juga rakyat jelata yang sering tak tahu apa-apa soal politik.
Kini, banyak pengungsi akibat perang yang sering banget terjadi di Timut Tengah, kesengsaraan di Afrika, kemelaratan di India, perang di Ukraina.
Ah... Nafsu serakah, angkara murka, merasa diri paling benar,... merasa lebih super dari yang lain,... Manusia memang serigala sesamanya!! Ngakunya saja mahluk ciptaan tertinggi, berakaal budi dan berbudi luhur, nyatanya lebih buas dari singa.
Semoga di NKRI tercinta kita tidak lagi ada ribut-ribut apalagi sampai berdarah-darah. Semoga pemilu berlangsung damai.
Buat rakyat jelata yang penting adalah damai, bisa ada sandang pangan yang cukup dan bisa bepergian dengan aman.
Salam Sejahtera, MMB
GTL, 231109-07:11WIB