Tugas untuk Mahasiswa S2 dan S3 merepotkan?

Pagi ini terbaca sebuah komen mahasiswa pasca sarjana sebagai berikut:
“Saya pernah diajar oleh pak Gouw dalam mata kuliah Hukum Konstitutif Lanjut, mata kuliah tersulit dalam ilmu geoteknik. Ilmu yang diajarkan filosofinya sangat bagus sekali. Sayang beliau tiap minggu selalu memberi tugas, jadi merepotkan mahasiswa” ditutup dengan kata-kata “Kalau pak Gouw baca ini jadi feedback bagi beliau”.

Berikut catatan dan sharing saya untuk feedback di atas:

  1. Tugas rutin memang hampir selalu saya berikan di setiap kuliah, harus dikerjakan dalam seminggu dan diserahkan ke dosen di minggu berikut. Mengapa? Tugas-tugas yang diberikan dimaksudkan agar mahasiswa mengulang pelajaran, memperdalam dan berusaha mengerti lebih lanjut dengan mengerjakan tugas. Di samping itu tugas dimaksudkan agar mahasiswa berpikir dan menggali lebih dalam. Dengan demikian ilmu yang dipelajari akan lebih melekat.
  • Saya sangat menyadari bahwa hanya dengan banyak berlatih maka kita bisa menjadi ahli, karena itu saya selalu melatih diri lewat tugas-tugas baik tugas dari sekolah ataupun “tugas” pribadi.  “Tugas” pribadi? Apa itu?
  • Sejak SMA walau tidak ada PR (pekerjaan rumah) dari guru, saya selalu berusaha mengerti lebih dalam setiap pelajaran yang saya rasa perlu sesuai dengan cita-cita saya untuk terjun ke dunia kedokteran atau dunia teknik, caranya? Dengan membeli/meminjam, membaca buku dan mengerjakan soal-soal matematik, fisika, dan biologi,
  • Saat kuliah S1, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan asisten dosen membuat saya lebih mengerti mata kuliah yang diajarkan. Diluar itu tugas resmi dari asisten dosen,  saya juga melatih diri dengan mengerjakan soal-soal mekanika teknik (sekarang rekayasa struktur) dan mekanika tanah (mektan). Dua mata kuliah yang menjadi inti dari bidang keahlian struktur dan geoteknik. 1982, setelah saya menjatuhkan pilihan untuk terjun ke dunia geoteknik, maka saya mulai konsentrasi ke mata kuliah geoteknik, yang terus saya latih di waktu luang di antara kuliah, walau sudah lulus kuliah mektan 1-3 dan teknik pondasi 1-2.
  • Merasa perlu, saya lalu kuliah S2 geoteknik. Disini tugas yang diberikan dosen-dosen sangat-sangat banyak, dan soal-soal yang diberikan memaksa kami pergi ke perpustakaan, mencari buku dan jurnal sebelum bisa menjawab semua tugas yang diberikan. Sangat melelahkan? Tentu! Setiap hari, Senin-Jumat, kuliah dimulai pukul 7 berakhir sekitar pukul 14, diseling istirahat makan siang, kemudian setiap minggu ada lab dua kali seminggu hingga pukul 17 atau lebih. Sisanya? Mengerjakan tugas-tugas, pukul 2 atau pukul 3 dini hari baru bisa tidur. Itu di kuartal pertama dan kedua. Setelah masuk kuartal ke 3 mulai terasa lebih ringan, karena dasar pengetahuan sudah lumayan baik dengan banyaknya tugas. Kuartal 4 – 5 mengerjakan thesis, sering kali baru balik dari lab komputer jam 2 pagi. Berat? Pasti!!Hasilnya? Pemahaman teori geoteknik yang sangat-sangat baik.
  • Setelah lulus S2, tiga kali mendapat kesempatan menempuh S3 dengan bea siswa, dua kali di Jepang, satu kali di Singapore. Namun, satu dan lain hal, demi kepentingan keluarga dan anak-anak, tidak dapat meneruskan. Nah, saya belajar sendiri dengan membaca buku, setiap mengerjakan proyek berusaha memahami perilaku tanah dari apa yang terjadi di proyek ditinjau dari segi teori geoteknik. Baru bisa ambil S3 di usia 54, terasa lebih mudah dari saat ambil S2, mengapa? Karena sudah berusaha mempelajari dan melatih diri dengan ilmu geoteknik yang diperoleh sejak usia 21. Itupun harus mengorbankan waktu dan proyek agar mendapatkan hasil yang baik dan cepat.
  • Bagi dosen, memberikan tugas kepada mahasiswa itu justru lebih merepotkan sang dosen, karena bagaimanapun membuat dan memeriksa tugas yang diberikan menghabiskan cukup banyak waktu.  Apalagi jika mahasiswanya banyak. Jika mahasiswa tidak menginginkan tugas, maka pekerjaan dosen akan menjadi ringan, dan mahasiswa senang, apalagi jika ujian dibuat open book atau take home dan dibuat sesederhana dan semudah mungkin, angka murah, semua mahasiswa lulus, pasti mahasiswa lebih senang lagi.   Namun, apakah dosen tanpa tugas dan angka murah adalah dosen yang mendidik?
  • Yah pak, tapi kan bapak dulu waktu menempuh S2 itu full time, kami kan sambil bekerja. Jadi ya tidak bisa dibandingkan. Begitu mungkin dalam hati mahasiswa. Komen saya: Ingat anda masuk S2 dan S3 geoteknik adalah berdasarkan pilihan sendiri dengan penuh kesadaran, tidak seperti di S1 mungkin saat memilih teknik Sipil anda belum tahu persis apa itu teknik Sipil. Balik lagi kepada tujuan anda, ingin mencari ilmu atau hanya ingin dapat gelar?
    • Jika ingin dapat ilmu, ya harus berjuang keras dan harus ada pengorbanan, bagaimana meluangkan waktu antara kerja dan belajar. Bagaimana mengatur waktu. Mengerjakan tugas adalah salah satu proses belajar. Dosen yang memberikan tugas-tugas adalah dosen yang menjalankan fungsi dosen sebagai pendidik.
    • Jika hanya ingin dapat gelar? Maaf, bagi saya dunia universitas adalah dunia pendidikan, ijazah tidak sepantasnya diberikan kepada mahasiswa/i yang hanya ingin lulus.
  • Bagaimana jika ingin memperdalam ilmu tanpa tugas-tugas?
  • Jika ingin gratis, maka belajarlah via youtube dan webinar gratis. Namun ingat belajar via youtube dan webinar tidak terstruktur baik. Umumnya bersifat fragmented, Bisa tersesat bila tidak ada arah yang tepat. Belum lagi ada juga youtube dan bahkan webinar yang sekalipun berbayar pengajarnya merasa menguasai apa yang dia ajarkan, namun tanpa sadar dia sebenarnya mengajarkan hal-hal yang salah.
  • Dengan sedikit investasi uang? Beli dan baca buku. Omong2 ada banyak juga buku elektronik yang bisa diunduh gratis.
  • Agar mendapatkan pelajaran yang lebih mendalam, datanglah di pelatihan terstruktur dan berbayar. Nah sayangnya, ketersediaan pelatihan terstruktur ini sangat terbatas jumlah dan mutunya. Menyadari perlunya peningkatan mutu enjinir dan kebutuhan para enjinir untuk meningkatkan kemampuan sementara waktu mereka sangat terbatas, maka sejak 2007 saya memulai pelatihan-pelatihan geoteknik terstruktur, yang umumnya berlangsung 3 hari penuh. Wah.. mahal!! Mahal dan murah itu relatif, kalau anda bisa menarik manfaat dari pelajaran maka itu menjadi murah dan bahkan sangat murah. Ada pendapat yang mengatakan: Murah banyak yang daftar, gratis lebih banyak lagi yang daftar, tetapi seberapa banyak yang serius. Biaya agak tinggi, keluar ari kantong sendiri, lebih terasa, dan karena tidak mau rugi, maka akan jauh lebih serius belajar!! Dan pendapat itu benar adanya.

Demikian sharing saya pagi ini. Tidak setuju? Tidak apa….. masing-masing orang bebas berpendapat.

Salam Sejahtera, MMB
GTL, 230506-10:21WIB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *