Harga Soil Test (2)

Tulisan saya pagi ini mengenai Harga Soil Test mendapat tanggapan sebagai berikut:

Saya berpikir sudut lain.... Standarisasi mutu lebih penting. Mutu harus ada standard minimal nya. Dengan mutu standard, test abal2 akan hilang dan disparitas harga akan lebih logis

Kembali tangan ini terusik untuk ketak-ketik, begini:

Standarisasi? Ini juga susah pak!! Tidak ada yang mangawasi!! Sering juga lembaga test dan lembaga pengawas bisa dilicinkan lewat fulus. Ini yg parah. Banyak kan kenyataan seperti ini, walau tidak semua tentunya. Dan untunglah masih ada yang berjiwa idealis, yang mengutamakan mutu dan kejujuran daripada uang.

Dijawab oleh pemberi komentar:

Soal mental pak...Kalo konsultan abal2 ditangkap dan diadili sebagai koruptor (kan korupt kepercayaan) ..... Mungkin bisa lebih baik…. Kontraktor abal2 juga koruptor....(Sesama Sipil padahal)

Atas komen di atas ada yang menjawab:

Susah pak, yg seringkali yg ngawas  low budget, makan minum dibayarin kontraktor, mobil rusak dibayarin juga kontraktor, mau mijit dibayarin juga

Di bawah ini ketak-ketik lanjutan saya:

Nah…. Kalau sudah mijit, keenakan, lupa deh sama tugas mengawas, mata sudah meram deh, ini juga kan yang dikehendaki kontraktor “miring” tersebut, yang dalam kenyataan banyak juga?

Di bawah ini ini pengalaman saya jadi pengawas, diajak makan lalu ditawari sbb: “Pak, saya tahu fee bapak sebagai pengawas rendah, begini pak, saya siap support bapak dan staff, tolong berikan akun bapak nanti tiap bulan kami transfer bantuan.”

Saya menjawab: “Ya pak, memang tak ada artinya bila dibandingkan dengan barang dan pekerjaan yang diawasi. Terima kasih atas kesediaan bapak. Bantuan bapak simpan dulu saja. Nanti selesai proyek kalau bapak untung dan mau bagi-bagi kami, kami terima kasih sekali.” Nah, kalau sudah selesai proyek, mana ada tuh yang bagi-bagi. Yang ada pengawas mah kalau bisa disingkirkan. Nah omong-omong disingkirkan, ini juga terjadi loh. Si kontraktor melobi penguasa di pihak owner, yang bukan pemilik tentunya, diajak main golf, diajak makan, renovasi rumah nun jauh di Selatan sana dibayari sang kontraktor, nah….. tersingkirlah sang pengawas.

Cerita seri dua, enjinir pengawas yang bekerja di lapangan, dipekerjakan si kontraktor, diberi honot oleh si kontraktor. Nah…. Bagaimana ini? Ketahuan saya, ya langsung pecatlah si enjinir.

Cerita seri tiga, owner puas dengan pengawas-pengawas lapangan kami. Saking puas-nya, enjinir pengawas kami direkruit deh sama sang owner. Kontrak lalu diputus. Si Enjinir bilang mau resign karena mau bantu orang tua. Nyatanya? Seminggu kemudian muncul di lapangan!! Saya lapor CEO yang kebetulan teman sejak SD. CEO bilang kasih waktu 1 jam dia akan cek apa benar enjinir itu di lapangan proyek dia. Tidak sampai 1 jam sang CEO telpon balik, benar katanya, dan dia tanya mau diapakan enjinir itu? Kalau you bilang pecat, detik ini juga saya minta sekretaris telpon ke lapangan dan pecat enjinir itu. Saya bilang: Jangan, tidak usah, anggap saja rejeki dia dan bukan rejeki saya mengawas proyek lebih lanjut.

Cerita seri empat, kontraktor masuk atas rekomendasi sang konsultan desain dan konsultan pengawas, dengan pesan si konsultan kum pengawas dengan jelas bahwa pengawasan tetap jalan strict sesuai standar mutu. Tetapi akhirnya kontraktor karena kira-kira 5% pekerjaannya kena tolak, dia balik memusuhi konsultan dan pengawas, walau tentunya tidak secara berterang.

Jadi, kesimpulan??? Jadi pengawas juga tidak mudah loh. Cobaan berat!!

Salam Geoteknik,

220823.