Kalau saya dulu cenderung TEGAS sama mahasiswa, termasuk soal tata tertib. Tetapi ternyata ini merugikan, di universitas yang memakai sistem dimana mahasiswa boleh menilai dosen dan juga dimana ada bagian tersendiri yang berdiri sendiri menilai performance dosen, ini menjadi nilai negatif dan rapor merah buat si dosen. Contoh nilai merah saya (buka saja dan mengaku) dari mahasiswa dan dikasih merah juga oleh admin bagian penilai dosen!
1. Datang terlambat lebih dari 15 menit setelah saya mulai mengajar tidak boleh masuk. Aturan ini saya umumkan sejak hari pertama saya mengajar disetiap mulai kuliah (catatan: saya selalu datang tepat waktu, kalaupun terlambat paling 5-10menit. Praktis tidak pernah absen waktu jam mengajar, tidak pernah meninggalkan jam kulian untuk mroyek).
2. Jam yang oleh kampus ditentukan sebagai jam belajar mandiri, misalnya jadwal kuliah tiap hari Sabtu jam 7-9 pagi, mahasiswa dijadwalkan kuliah mandiri. Nah karena saya melihat jam kuliah kurang dan mahasiswa perlu diberi penjelasan via kuliah itu lebih baik, saya tetap datang mengajar dan mhsw saya minta tetap datang. Oleh mahasiwa/i yang rajin rajin itu mereka anggap positif. Tetapi ternyata nilai saya juga merah. Barangkali RAJIN MENGAJAR ITU SALAH JUGA. Kerajinan katanya kali yah.
3. Kalau yang lulus sedikit, seperti kata pak Mutadi, repot dosennya. Akan kena merah juga. Pernah dua kali saya beri ujian persis seperti contoh dibuku saya, cuma mengubah angka. Pernah juga saya berikan soal ujian akhir sama persis dengan soal ujian tengah semester. Hasilnya?? Tetap saja persentase lulus tidak berubah banyak!! Salah siapa? Yang jelas dosen juga dapat MERAH kalau mahasiswa banyak yang gak lulus.
No 1 dan no 2 saya jalani sejak 1985 saat saya mulai mengajar. Mungkin antara PERIODE tahun 2014-2017 mulai ada yang kasih merah.
Tahun 2018 terjadi peristiwa yg tidak enak, saya sudah di dalam ada kira2 25 menit, tiba2 satu mahasiswa nyelonong masuk tanpa permisi pula. Saya bilang: "kamu yang terlambat, silakan keluar yah." Lalu dia melangkah keluar, sampai di pintu dia matikan lampu, hingga ruang kuliah menjadi relatif gelap!!! Saya laporkan peristiwa ini ke bagian admin.
Namun ternyata sang mahasiswa lebih canggih. Seminggu kemudian saya dipanggil dekan. Dan pesan dekan: "Biar sajalah pak, anak millenial memang demikian. Biar saja mereka masuk walau terlambat." Tercengang saya, dan meng-iya-kan saja deh.
Setelah pengalaman itu semua, saya biarkan saja deh. Ikut saja dan pura-pura gak lihat si mahasiswa yang terlambat. By the way, Kuliah online saja ada yang terlambat loh!!
Kalau sedikit yang lulus, kasih kuis yang gampang-gampang untuk menambah nilai mereka. Atau kasih ulang ujian dengan kasih take home. Kalau parah banget, terpaksa bawa ke diskusi dengan ketua jurusan dan runding luluskan atau tidak atau bagaimana baiknya. Akhirnya, kalau terpaksa ya dikatrol nilainya. Catatan: umumnya ada sekitar 15-20% mahasiswa yang rajin rajin dan pintar-pintar tidak usah dikatrol sudah dapat A atau B.
Kalau yang dikatrolnya dengan sangat terpaksa, ya kita panggil, kasih nasehat. Didengar syukur tidak didengar ya sudah.
Paling repot kalau sidang skripsi/sidang akhir dimana yang bersangkutan sudah 2 kali ganti judul, dan sudah judul skripsi ke tiga. Kalau gak lulus lagi berarti drop out. Nah dua kali saya dan rekan yang sama, bersama menguji mahasiswa spt ini. Kata teman, kalau tidak diluluskan kita seumur hidup akan diingat dia sebagai "pembunuh" dia. Jadi kami luluskan, namun sebelumnya kami tanya dulu sama si mahasiswa apakah dia merasa dia pantas lulus. Dua-duanya menjawab: "yah belum sih pak!" Lalu kami jelaskan kami tidak mau diingat sebagai "pembunuh", jadi kami luluskan, dan nasehatkan agar kalau mau tetap kerja di sipil rajin rajin belajar lagi, karena di masyarakat kalau gak lulus ya gak lulus dan tidak akan ada yang meluluskan kamu. Alias kamu bisa dipecat.
Begitulah dilema dosen.
GTL, 210120