Terlahir dalam satu keluarga sebagai anak sulung dengan 6 adik.
4 adik laki-laki dan 2 adik perempuan yang berselisih 11-12 tahun dengan saya. Dua adik perempuan saat balita sering saya membantu mama menjagai dan memandikan mereka.
Terkenang kami berlima laki-laki yang pas menjadi satu team basket, semasa SMP & SMA sering main basket bersama sebagai satu regu melawan tim lain. Sering pula bergelut bersama layaknya dengan saya dikeroyok adik-adik.
Saya paham bahwa Lahir, sakit, dan mati, merupakan bagian dari siklus kehidupan yang akan dialami oleh semua mahluk hidup. Begitu terlahir kita sudah berjalan menuju titik akhir. Setiap detik umir bertambah, dan setiap detik itu pula jatah waktu perjalanan kita di dunia ini semakin berkurang.
Namun demikian, sungguh amat terasa menyesakkan hati ini saat-saat perpisahan abadi itu datang. Dalam kurang dari 3 tahun dua adik kembarku pergi selamanya (Adik ke 3 & ke 4 itu kembar) menyusul adik kembarannya yang pergi 14 Nov lalu dan adik perempuannya yang pergi 2004 lalu.
9 Nov di ruang ICU itu, hingga kini hati ini terasa tersayat, saat adik ke 4 saya ini dengan napas tersengal dan jelas terlihat sangat menderita berkata kepada saya:
Gua dah gak tahan, kepala gerak dikit saja pusing, mau makan gak bisa,…. Udah operasi saja apapun resikonya gua terima.
Aku jawab: yang kuat ya Sin, gua usahakan yg terbaik.
Dia menjawab: Minta satu orang temani gua di dalam (kamar ICU), gua gak enak banget (di kamar ICU memang sangat terisolasi psikis pasien memang bisa sangat down).
Hati benar² tersayat. Dua adik kembar saya yang semasa kecil seringkali main dengan saya dan saya masih ingat saat saya melindungi mereka dari gangguan preman. Saya menyuruh mereka berlari pulang dan membiarkan diri saya yang ditodong dan ditonjok si preman.
Namun, setelah mendekati berakhirnya waktu mereka. Sebagai si sulung saya tak bisa berbuat apa apa, tidak berdaya. Mereka berdua, sang kembar itu, juga korban tak langsung dari Covid yang berakibat ekonomi mereka susah dan jatuh parah. Juga korban kegagalan pernikahan mereka yang saya tak mampu melakukan apa-apa.
Detik-detik menjelang akhir, dia sudah tak bisa lagi berbicara, karena selang intubasi yang berada dalam mulutnya, 10 Nov 2024 12:20, saat saya berucap: "Jalanlah Sin jika tidak lagi kuat, anak-anak ada gua dan Poo Tjoan yang akan urus. Sorry gua gak bisa bikin loe sembuh." Tangan kanannya tiba-tiba terangkat seolah ingin mengatakan tak usah minta maaf atau mengatakan selamat tinggal. Lalu.... segalanya pun berakhir.
Maafkan kakak mu ini Sin, yang tidak berdaya. Sakitmu sudah hilang, berkumpullah bersama mama, Heng dan Ling di alam sana. Jangan kuatirkan dua anak-anak yang belum dewasa itu, pasti akan kami jaga.
Selamat jalan adikku sayang.
GTL, 241111-06:21WIB
PS: 30 Okt Sin terkena serangan jantung, di Pelni dokter gagal dalam tindakan PCI untuk pasang ring karena pembuluh darah jantung sudah mampet 100% akibat kalsifikasi. Masuk ICU, 6 hari kemudian melihat kondisi memburuk. 5 Nov saya pindahkan ke Mandaya yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Hasil Echocardiograph menunjukkan ada kebocoran sebesar ±1cm antar bilik kanan dan kiri, yang tidak (belum) terdeteksi sebelumnya. Dokter mengatakan harus distabilkan dahulu sebelum bisa di bypass dan tambal kebocoran. Namun, walau telah dipasang alat bantu pompa jantung IABP, 8 Nov kondisi ginjal memburuk terpaksa dilakukan hemodialysis,
9 Nov sore terjadi komplikasi ke paru, terpaksa pasang ventilator. 10 Nov segalanya berakhir. Untuk teman-teman semua agar kita semua bisa menjaga pola hidup sehat. Juga sedapat mungkin berusaha mengurangi polusi udara sedapat kita.