Koruptor, Moral dan Etika

Kong FuZhi (Kong Fu Tsu), filsuf China sebelum Masehi yang ajarannya hingga kini banyak menjadi pedoman moral dan tata krama kehidupan rakyat Tiongkok, pernah berkata:

Manusia di awal baik adanya

人之初 性本善 ren zhi chu, xing ben shan)


Nah ini menurut saya sih satu-satunya ajaran Kong yang kurang tepat, karena coba saja kumpulkan 3-5 bayi yang sudah bisa duduk, berikan satu mainan mobil-mobilan, tak akan lama mereka akan mulai berebut mainan itu. Kok bisa? Karena dalam diri setiap manusia pada dasarnya ada naluri survival, naluri memenuhi keinginan badaniah, naluri yang disebut NAFSU, nafsu yang mendorong untuk mempertahan hidup dari yang basic hingga kenikmatan seperti makan, minum, sex, harta, dan kekuasaan. komponen ini dalam psikologi disebut ID.


Balik ke kumpulan bayi tadi, nah pada saat mereka mulai berebut, orang tua sudah mulai mengajarkan kalau tidak boleh atau jangan berebutan. Setelah sang bayi mulai berangkat besar, keluarga yang baik tentu mulai mengajarkan: tidak boleh mengambil barang orang, serta tidak boleh melakukan hal-hal negatif lainnya. Pendidikan sejenis berlangsung di lembaga pendidikan bernama sekolah dan dalam masyarakat kita juga melalui institusi keagamaan. Itulah pendidikan moral dan etika kehidupan bermasyarakat, yang diperoleh secara non-formal ataupun formal. Nah, pendidikan moral dan etika ini yang akan mengingatkan dan menghambat kita untuk tidak melakukan hal-hal yang non-etis dan jahat menurut “ukuran” moral dan etika yang kita peroleh dari bayi hingga dewasa. Dalam psikologi komponen yang pengingat dan penghambat ini disebut SUPER-EGO.


Jadi ada naluri dan dorongan “nafsu”  dari ID, timbul “pengingat dan larangan” dari SUPER-EGO. Hal ini sering membuat seseorang menjadi bimbang, ikut ID atau ikut SUPER-EGO? Saat itulah NALAR dari otak besar kita harus mengambil keputusan ikut yang mana, komponen ini merupakan rasio pemikiran seseorang yang oleh orang awam sering disebut sebagai kesadaran atau akal sehat. Dalam psikologi komponen disebut sebagai EGO. Ego ini juga sebagian besar diperoleh  dari pendidikan positif yaitu pendidikan yang mengajarkan apa yang harus kita perbuat, misalnya: “Tekun, rajin, terus berjuang dan bekerja untuk menggapai sesuatu secara beretika dan bermoral”.

 

Contoh ID yang bisa menjerumuskan seseorang:

Mau duit gampang, tinggal menadahkan tangan, ingin cepat kaya, malas kerja, nafsu sex “berlebihan”, ingin berkuasa, … dst.

Jika dorongan ID itu tidak diimbangi dengan SUPER-EGO dan EGO yang baik, lalu mulai mencoba mengikuti ID sedikit demi sedikit, maka ID itu perlahan tapi pasti akan menjadi karakter! Dan kalau sudah jadi karakter maka ID itu menjadi pangkal dari segala bentuk pencurian dan pelanggaran etika!!

Korupsi juga termasuk pencurian, jadi jika mencoba mulai mencuri sedikit, lalu tak ketahuan, maka akan mencoba yang lebih besar, …. kemudian menikmati, dan akhirnya jadilah koruptor besar dan berjamaah pula!!


Maka dari itu unsur PENDIIKAN MORAL dan ETIKA dari sejak bayi sudah bisa duduk dan bermain harus sudah dimulai, terus hingga dewasa.


Tentu pendidikan yang sesuai dengan norma bermasyarakat yang baik. Jika sang bayi dan anak muda terbiasa hidup di lingkungan yang “bejat” atau munafik, “beragama” tetapi tetap mencuri dan menikmati uang curian, ya…. moralnya juga akan “bejat”!!

Uuhhh....


Tidak ada manusia yang sempurna, kita semua pasti punya titik hitam.

Namun, semoga saja kita bisa menjaga hanya sedikit mungkin titik hitam yang muncul dalam lingkaran besar hidup kita.

 

Salam Sejahtera, MMB

GTL, 240404-06:00WIB