DOSEN “SADIS”

Omong2 soal "kesadisan" dosen. Ada yang memang "sadis luar biasa".

Saat jadi mahasiswa dan juga sebagai orang luar memang terlihat sangat "sadis" dan "killer". 

Cerita di bawah ini terjadi pada mahasiswa S2 dan S3.

  1. S2 tengah kuartal pertama, setelah ujian mid term. Dipanggil dosen, diomeli: "Your English is very bad. Your are stupid. You always look sleepy in the class." Saat dijawab ya karena tugas sangat banyak sehingga tidur saja cuma 3-4 jam saja. Dijawab balik: "That is your problem, not my problem, everybody has 24 hours no more nor less. It is up to you to arrange and manage your time properly. You are being paid to study here. If you don't like it, then go home, Out there, there are many potential students waiting to replace you!!".
  • Saat masuk ruang sidang akhir, baru bilang: "Good morning, Sirs". Sang dosen, langsung menunjuk pintu dan bersuara tegas: "OUT!".
  • Saat sidang akhir, sang dosen baru membalik-balik kira-kira 5-7 halaman depan dari thesis si mahasiswa. Sang dosen menutup buku thesis, lalu melempar ke keranjang sampah, menunjuk pintu dan berkata: "OUT". Ini terjadi pada dua mahasiswa.

No. 1 terjadi pada saya, No 2 dan 3 terjadi pada dua teman.

Untuk yang no 1, harus diakui memang Inggris saya saat itu walau test TOEFL lewat dari syarat, ternyata masih jauh dari kemampuan menulis report. Juga soal mengatur waktu, tugas yang berjibun dan pertanyaan yang sulit memang sangat memakan enerji dan waktu. Baru setelah term ke dua dan selanjutnya saya dapat menyesuaikan diri dan juga dapat mengatur waktu untuk berolah raga teratur.

No 2 dan no 3, dimana kesalahannya? Ternyata setelah kami teman-teman ramai-ramai mencari di 7 halaman pertama thesis mereka, kesalahannya adalah: Yang kasus no 2 tidak ada ucapan terima kasih pada pemberi data. Kasus no 3 ada ucapan terima kasih pada pacar! Ucapan terima kasih pada pacar dianggap tidak pantas, kalau pada istri dan orang tua. Itu boleh. Ini mengajarkan kepatutan dan kepantasan.

Setelah kami lulus, sang dosen memanggil lagi kami, disitu baru jelas mengapa sang dosen bersikap keras. Beliau bilang, tugas dia bukan cuma mengajarkan ilmu, tetapi mengajarkan disiplin, memberi tekanan agar kita kuat secara mental, karena di luar sana tekanan akan jauh lebih besar. Itu kata beliau. Dan terus terang, kami semua merasakan manfaatnya. Merasakan jasa beliau pada kami 23 siswa seangkatan sangatlah besar terutama dalam mendidik mental kami.

Kejadian lain yang lebih baru, kira-kira 6-7 tahun lalu. Disertasi S3, diperiksa dan dicorat-coret dengan komentar: Rubbish; Bullshit; Stupid; Use your brain!

Saya pribadi menilai itu terlalu kasar dan tidak boleh dilakukan. Tapi itu kenyataan yang terjadi.

Jadi? Kesimpulan?

Mental memang harus kuat.

Saya jadi teringat bahwa Alam mengajarkan dengan tekanan maka ada angin. Dengan tekanan maka ada gunung. Semakin tinggi tekanan semakin tinggi gunung menjulang. Lihat gunung Himalaya!

Memang sih dalam memberi tekanan pada mahasiswa harus terukur.  Ada siswa yang perlu ditekan ada siswa yang perlu dipuji.  Ada saatnya menekan dan ada saatnya membantu.

Jika tidak memang bisa saja terjadi mental breakdown pada sang siswa dan tentunya bukan itu tujuan pendidikan. Dan bukan juga tujuan dosen menjatuhkan mahasiswa.

Salam sejahtera, MM
GTL, 240118-17:30WIB