Selamat Jalan Papa

Hari ini, untuk ke 4 kalinya aku duduk di mobil membawa dan menghantar kepergian selamanya untuk orang-orang yang kukasihi:

  1. 2003 mama (70)
  2. 2004 adik perempuan (32)
  3. 2021 adik laki-laki (56)
  4. 2022 papa (90)

Sadar dan dapat menerima bahwa kematian adalah keniscayaan bagi kita semua (ungkapan Mandarin mengatakan 生老病死是自然规理=sheng lao bing si zi ran gui li = lahir tua sakit dan meninggal adalah hukum alam). Namun tak dapat dipungkiri berpisah selamanya dengan orang-orang yang kita sayangi, hati tetap saja merasakan kepedihan mendalam yang bahkan beberapa kali terbawa mimpi.

Selamat jalan papa tersayang, jalan hidupmu, kasihmu tidak hanya kepada mama dan kami 7 anak-anakmu, keluarga besar, semangat juangmu yang tak pernah pupus, ketegaranmu dalam menghadapi setiap kesulitan, semangat hidupmu yang besar yang dapat mengatasi perbagai krisis kesehatan yang papa alami,

  1. Usia 32: Siksa TBC
  2. Des 1979: Maag pecah, 2/3 lambung dan 5cm usus 12 jari terpaksa dibuang
  3. 1990: Operasi pankreas dan empedu
  4. 1997: Buang air besar tak terkontrol, berat badan yang terus menurun
  5. 2005: Operasi prostat
  6. 2007: penyakit yang sama spt di 1997
  7. 2021: patah tulang paha

Semua itu kau hadapi dengan semangat hidup menyala besar. Sejak 1990 kusaksikan bahwa makanan di rumah sakit yang tanpa rasa selalu kau habiskan tanpa mengeluh dan meminta makanan lain. Aku tak pernah melihatmu merintih karena sakit, bahkan saat 2021 saat papa patah tulang dimana bergerak sedikit saja terasa teramat sakit, di usia yang ke 89 itu engkau hanya mengatakan: sakit, sakit. Saat aku dan cucu sulungmu mengangkatmu menuju rumah sakit.

Engkau memang pejuang yang hebat. Yang pantang menyerah.

Engkau adalah papa dan pria yang super sabar, yang tak pernah memarahi kami anak-anakmu ataupun mama. Sepanjang ingatanku hanya sekali aku melihatmu marah kepada mama yaitu saat aku berusia 6 tahun. Setelah itu tak pernah lagi ku melihatmu marah! Dalam hal ini aku kalah jauh darimu. Aku ini cenderung pemarah.

Hampir tak pernah aku melihat engkau menangis. Hanya 3 kali aku melihat engkau menangis: Kali pertama saat engkong meninggal 9 Jan 1980. Kedua saat mama meninggal 29 Jan 2013. Ketiga engkau terdiam lama saat anak perempuan pertamamu pergi untuk selamanya pada 18 Juni 2014. Semua tekanan dan beban hidupmu kau tahan dan hanya keluar dalam igauan dalam mimpimu, dimana dengan hati terenyuh ku mendengar kau menangis dalam tidur. Pertama di 1987 saat engkau dan mama menengokku di Asian Institute of Technology, Bangkok. Kemudian saat-saat kita melakukan perjalanan bersama.

Hanya di usia yang hampir 90 ini, engkau tidak lagi tahan, sejak 4 Juni hingga 24 Juni engkau berjuang melawan sakitmu, disinipun engkau tak pernah mengeluh. Saat masih mampu makan, engkaupun habiskan makanan di rumah sakit walau dengan susah payah dan beberapa kali tersedak. Akhirnya, pukul 06.31 pagi 24 Juni 2022, engkau pergi untuk selamanya.

Kini aku bersamamu di mobil jenazah ini, aku memeluk fotomu, engkau terbaring dalam gelap peti jenazah.

Selamat jalan papaku tercinta.

Aku akan berusaha untuk mengikuti jejakmu dalam membantu keluarga besar kita seperti contoh yang kau berikan dalam hidupmu yang panjang.

Kuteringat petuahmu: Pakai tenaga cari duit bisa mati kelaparan (ini terjadi pada kakek buyut papa saya yang digebuki orang karena mengambil ketela di kebun saat satu anak dan istrinya wafat karena kelaparan, demi anak yang tinggal satu yaitu kakek buyut saya beliau 'mencuri' ketela di kebun orang lalu digebuki).

Selamat jalan papa, engkau telah sehat dan berkumpul kembali bersama mama, Poo Ling dan Tjie Heng. Puteramu yang mengasihimu, air mataku berlinang…..
GTL, 220627 (dalam mobil jenazah di perjalanan menuju ke peristirahatan terakhir papa).