Orang Tua dan Anak – Harapan Generasi Tua dan Kuno?

Selama 2.5 tahun pandemi Covid 19 berjalan,

Dalam acara jalan pagi di dalam kompleks sering terdengar keluhan para orang tua.

Keluhan tentang gaya hidup anak-anaknya, yang sudah berusia 20-35 tahun.

Berikut beberapa diantaranya:

“Tidur mejelang pagi, jam 1 atau 2. Bangun jam 8 atau bahkan jam 10. Bahkan yang sudah bekerja juga begitu. Gara-gara WFH / kuliah online?”

“Kebanyakan malas berolah raga, yang ada olah jari.”

“Main game online! Menghabiskan waktu berjam-jam.”

“Anak-anak tidak proaktif dalam berkarir dan berbisnis.”

“Gaya hidup cari makan enak dan enak banget dalam pakai uang.”

“Papa mama dulu? Warteg saja sudah syukur. Kini Starbuck, fine dining. Resto ini resto itu”

“Anak mantu main game! Cucu diurus mertua!” …. Eh busyet!

…..banyak lagi keluhan sejenis….

Intinya: Gaya hidup santai dan enak. Kurang terlihat kegigihan berjuang membangun karir.

Dalam usaha mendorong anak-anaknya para orang tua sering berusaha menasehati sang anak dengan bercerita:

“Kami dulu berjalan kaki ke sekolah dalam usaha berhemat dan menabung.”

“Satu apel dibagi 9 anggota keluarga. Kini apel tersedia di kulkas, bahkan sudah disajikan siap dimakan, kenapa masih harus disuruh-suruh makan?”

 “Bangun sebelum matahari terbit, berangkat kerja dari jam 06.30.”

“Tak punya uang mulai dari NOL, hingga punya rumah dan hari ini. Kalian? Married rumah tersedia.”

Dan banyak lagi cerita kepahitan dan perjuangan masa lalu para orang tua.

Anak-anak kadang dengan ringan menjawab:

“Ah…. Itu kan dulu. Jaman sudah berubah.”

“Papa mama jangan ngiri dong, itu rejeki kami.”

Seseorang dalam kelompok orang tua berkata dalam bahasa Mandarin yang artinya:

“Tak usah ambil pusing dan tak usah urus deh. Urus diri kita sendiri saja. Sudah cukup kita sekolahkan dan beri bekal ilmu dari sekolahan dan juga bekal materi berupa rumah dan bahkan mobil serta uang. Anak punya rejeki dan jalan mereka masing-masing”

Namun, orang tua tetaplah orang tua, mulut berkata demikian, hati dan pikiran tetap saja tak bisa lepas total. Naluri orang tua? Barangkali ya.

Seorang teman lain berkata: “Kita, orang tua, tentu tidak ingin anak-anak kita hidup seperti kita. Super hemat, menjalani hidup susah. Karena itu kita sekolahkan mereka hingga S1 bahkan hingga S3. Kita beri mereka rumah. Karena kita tidak ingin melihat mereka hidup susah nanti, maka kita mau melihat anak muda hidup disiplin, hidup sehat, rajin, fokus dan bermotivasi dalam membangun karir atau berbisnis serta tidak terlalu santai.”

Salahkah itu? Tidak bolehkah berharap demikian?

Atau barangkali para orang tua terlalu cerewet, kuno dan ucapan kami hanya bagai angin lalu?

Demikian salah satu topik terbanyak ocehan jalan pagi para orang tua selama pandemi.

GTL, 220915.