Demokrasi vs Meritokrasi

Sebelum membaca tulisan “iseng” saya ini, coba simak gambar ini dulu ya.

Apakah demokrasi merupakan sistem pemilihan kepemimpian terbaik? Bagi US dan negara negara Barat serta banyak orang yang diedukasi secara Barat dan menikmati kemajuan ekonomi dalam gaya demokrasi dan ekonomi gaya Wall Street dimana saham menjadi indeks keberhasilan, maka demokrasi adalah pilihan terbaik.

Namun, disadari atau tidak, ada prefix dan asumsi mendasar yang merupakan pedang bermata dua. Yaitu: Sistem demokrasi mengatakan One Man One Vote, satu orang satu suara yang dikatakan merpakan hak azasi dan hak hakiki semua manusia. Di satu sisi ini prefix yang sangat baik tentunya. Tetapi ada asumsi implisit disana, yaitu: semua pemilih bersifat rasional, dan menggunakan haknya memilih berdasarkan rasionalitas. Dan ada asumsi berikutnya, yaitu yang menjadi calon juga punya rasionalitas yang baik. Nah, asumsi implisit ini disisi lain menjadi kelemahan sistem itu. Buktinya? Demokrasi bisa menghasilkan HITLER, Donald Trump, dan yang juga bisa atau sudah terjadi di lingkungan kita sendiri. Contoh kecil: di rumah kita sendiri, apakah bisa semua keputusan diambil secara demokrasi? Anak usia belasan, anda punya anak 3, mereka suka main game online. Berjam-jam main game! Anda menganjurkan atau maunya mereka belajar dulu. Kalau demokrasi? Maka anda akan kalah suara. Anda yang menjadi mahluk jadul dan aneh.

Kini, walau China maju, kemajuan nyata yang tak dapat disangkal, banyak orang orang Barat atau yang memakai kaca mata Barat menilai China sukses karena komunis, karena otoriter. Rakyat ditindas. Tidak bebas beragama, dan banyak lagi... Terakhir ada berita: wahana China yang tiba di Mars dikhawatirkan mencemarkan Mars! Tapi tidak ada komentar negatif tentang wahana US yang mendarat di Mars.

Satu negara kecil yang juga sangat maju, Singapore! Apakah Singapore full demokrasi? Sebagian orang yang membela pemerintahan sana tentu bilang ya demokrasi. Sebagian lagi, termasuk sebagian rakyatnya ada juga yang bilang semua dikuasai sekelompok atau sekeluarga tertentu. Coba ajak ngobrol sopir taxi, akan keluar ucapan2 yang tidak puas (tidak semua tentunya).

(Catatan: maaf saya tidak pro atau kontra dengan China dan Singapore. Tidak mendukung US juga tidak mendukung China. Kita dukung juga gak ada untungnya, ya gak? Siapalah saya... Gak bisa apa apa kan).

Apa benar China otorarian? Kalau komunis, kita bisa lihat itu hanya nama partainya. Gaya hidup di negara itu bukan lagi gaya komunis yang menekankan gaya hidup sama rata sama rasa. Jaman Mao iya betul itu komunis. Sekarang? Sejak Deng hingga Xi saat ini, tidak lagi. Lalu apakah China Otorarian? Kaca mata rakyatnya sendiri berdasarkan survey yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di US (kalau gak salah ingat MIT) tingkat kepuasan dan kepercayaan rakyatnya terhadap pemerintah (approval rating) mereka lebih dari 90%!! Sebuah tingkat yang tidak bisa dicapai oleh US ataupun pemerintah negara demomrasi lainnya yang approval rating terhadap pemerintahnya sering lebih rendah dari 50%. Ah... itu survey bodong kali, Ah.. Itu mah rakyatnya takut kali jadi terpaksa kasih nilai positif. Bebas deh... Apapun kata pembaca, survey itu sih katanya jujur.

Nah, lalu ada kata yang relatif baru dalam sistem pemilihan pimpinan negara, yaitu: MERITOCRACY.  Apa itu? Itu adalah pemilihan kepemimpinan dari tingkat paling bawah hingga tingkat tertinggi berdasarkan kemampuan atau berdasarkan kompetensi yang terbukti. Menurut diskusi dan debat para ahli serta dari mahasiswa S3 asal China, dikatakan bahwa sekalipun di China hanya ada satu partai politik, yaitu yang namanya Partai Komunis China, namun untuk masuk partai tidaklah mudah, harus ada bukti kompetensi. Untuk menjadi pemimpin level atas yang masuk dalam lingkaran satu harus lebih dahulu ada bukti keberhasilan sebagai gubernur di dua propinsi besar. Setelah di lingkaran satu, untuk masuk dalam 7 pimpinan tertinggi dimana satunya jadi presiden, masih juga dipilih lagi berdasarkan kompetensi dan dipilih oleh ribuan anggota dewan sejenis DPR yang pastinya juga anggota partai dan ada juga wakil wakil dari suku suku minoritas (memang bukan one man one vote). Jadi bukan dari seseorang yang tidak punya karir dalam pemerintahan bisa lalu tiba tiba jadi calon presiden seperti di negara demokrasi. Bukan seseorang yang bukan siapa siapa tahu tahu bisa mencalonkan diri duduk di DPR dan dipilih. Kenyataan di kita walau one man one vote kan seringnya kita juga tidak tahu siapa itu calon yang kita coblos. Apalagi rakyat kecil yang urusan perut saja masih harus berjuang keras, mana tahu dan mana bisa memilih secara rasional?

Nah, soal pemilihan kepempimpinan negara di negara seperti di China itu dikatakan sebagai sistem MERITOKRASI. Dalam skala lebih kecil dikatakan Singapore juga menerapkan sistem Meritokrasi walau di Singapore bukan partai tunggal.

Saat ini banyak ahli ekonomi dan sosial politik tingkat dunia yang membicarakan dan memperdebatkan demokrasi vs meritokrasi ini. Banyak juga ahli-ahli Barat yang walau tidak 100% setuju dengan semua langkah China, menilai sukses China karena meritokrasi ini. Walau tentunya banyak juga yang menilai negatif.

Demikian tulisan di Sabtu siang menjelang sore ini.

GTL, 210227