Di Geoteknik, tidak 100% harus refer dan ikut ASTM. harus juga lihat local practice. kalau refer ASTM full maka SPT tidak bisa untuk tanah lempung. Praktek di AS mengatakan SPT bagus untuk tanah granular. Sementara di kita, SPT sering dipakai untuk test tanah merah, lempung teguh, tersementasi atau tidak. Dan asalkan test SPT nya dilakukan dengan prosedur benar dengan tinggi jatuh 76cm berat hammer 63.5kg, pengalaman lokal menunjukkan nilai SPT nya bisa diterapkan untuk menghitung kapasitas tiang. Tentu juga dengan prosedur perhitungan geoteknik dan geotechnical judgment yang baik. Dengan catatan tidak boleh semata-mata mengandalkan test SPT saja, harus dilengkapi dengan data borelog dan lab test.
Diskusi apakah SPT harus tiap interval 1m, 1.5m atau 2m. Dari pengalaman praktek saya lebih sering memilih per 1.5m, mengapa? karena diantara 1.5m itu saya masih bisa mengambil undisturbed sample dan juga interval 1.5m itu dapat dikatakan lumayan rapat.
Lalu kapan pilih per 2m?
Itu kalau hanya untuk preliminary test dimana belum tahu secara pasti mau bangun apa. Semata-mata hanya untuk mencari gambaran "kasar" lapisan tanah setempat.
Kapan memilih per 1m? Ini baik dilakukan jika gambaran lapisan tanah sudah diketahui, lalu diperlukan untuk mendeteksi ketebalan lapisan tanah tertentu (lempung sedang ke atas atau pasir) yang akan dijadikan lapisan pendukung misalnya atau untuk menghitung potensi likuifaksi pada tanah pasir.
Suatu hal penting SPT itu walau namanya Standard Penetration Test, namun ternyata SPT itu dalam kenyataannya sering tidak standar. Tahun 1993, 30.tahun lalu, saya sudah menulis soal ini dalam bahasa Indonesia dengan judul "Sudah Standarkah SPT kita?" yang kemudian saya lengkapi dan kini sudah saya bukukan. Bukunya dapat dibeli dari kami.
Demikian sedikit soal SPT. Lengkapnya bisa lihat di buku saya.
Salam Geoteknik, MMB