ZERO RUNOFF, Mungkinkah?

Pagi ini kembali saya menerima video dimana dikatakan untuk mengatasi banjir bisa pakai jurus Zero Runoff, bahasa awamnya jangan biarkan air mengalir di permukaan (surface runoff), tapi hantarkan dan masukkan kembali ke bumi dengan membangun sumur-sumur resapan.

Ingat ZERO = NOL, ZERO RUNOFF = Tidak ada air yang mengalir di permukaan menuju laut!! Zero runoff tidak sama dengan minimum runoff. Dalam kata minimum runoff boleh ada air yang mengalir dipermukaan menuju laut.

Menjelang akhir tahun 2020 saya melihat jurus tsb dilaksanakan di kompleks perumahan kami. Dibangun 5 sumur resapan berukuran lebih kurang 7.0mx2.5mx2.0m dalam jarak total 100m. Sumur dibuat dengan menggunakan Box box Geodrain dibungkus dengan Geotextile. Cukup rapi. Dari galian terlihat muka air tanah berada sekitar 1.5m dari permukaan jalan. Pembangunan resapan sudah selesai lebih dari sebulan lalu.

7 Feb 2021, setelah dini hari hujan cukup besar. Terjadi "banjir" atau istilah sebagian orang lagi "genangan" di sekitar daerah sumur resapan dengan ketinggian sekitar 20cm. Di sebagian tempat hingga 40cm hingga sang air sempat berkunjung ke kantor kami. Hal ini membuat saya tergelitik untuk mewawancara sang air yang sedang parkir dan bercanda ria menikmati pagi hari yang sejuk dan melihat lihat pemandangan sepanjang jalan koomplejs serta berbaring rebahan di beberapa rumah dan juga ruko saya.

Berikut wawancara saya dengan sang air yang punya nama lain Banyu:

Tanya: Pak Banyu kok anda santai-santai di jalan dan ruko saya sih? Kan sudah dibuatkan jalan agar kembali ke bumi?

Banyu: Lah, saya bukan santai, saya mah gak pernah santai dan gak pernah bandel. Saya sih nurut saja kalau disuruh masuk ke tanah. Tapi anda tahu gak, tanah permukaan di Jakarta itu banyak tanah lempung dan lanau yang ruang ruang dalam (pori pori tanah, bahasa geotekniknya: porositas, n) nya kecil kecil sekali, sempit sempit penuh hambatan (bahasa geotekniknya: permeabilitas rendah, k, antara 1x10pangkat-6 hingga pangkat -12 m/detik) di tambah lagi disana sudah penuh dengan rekan saya (tanah di bawah muka air tanah sudah jenuh oleh air, Sr=100%, artinya sudah tak ada ruang lagi untuk air lagi. Bahasa geotekniknya derajat kejenuhan sudah 100%). Jadi bagaimana saya bisa masuk kalau  mereka tidak jalan di tanah yang relatif datar ini (no ground water flow or limited groundwater flow) ? Kalaupun masuk kan paling masuk di tempat yang masih ada ruang (yang jenuh sebagian atau yang masih kering, dan tanah yang jenuh sebagian itu juga tidak mudah untuk melewatkan air) dan itupun perlu waktu pak.

Di samping itu, ini Jakarta sudah kebanyakan aspal dan beton pak, bahkan depan rumah teman teman bapak saja banyak yang halaman depan dan "trotoir" nya yang biasanya diisi teman teman saya bernama TANAMAN dan POHON, di rampas dan dibeton. Lah ruang saya untuk masuk (luas area resapan) kan semakin sedikit pak. Saya mah gak salah kan pak? Hak hak saya dirampas atas nama pembangunan. Lahan lahan yang tadinya tempat saya parkir bersantai dirampas dan dibangun perumahan, jalan dll. Bingung saya jadinya. Mau masuk ke tanah banyak hambatan.

Lagipula bapak ngerti gak sih?  Sekalipun ini Jakarta kosong gak ada bangunan, emangnya kalau saya dan teman-teman saya diusir secara besar-besaran dari awan gelap di atas sana, saya tetap gak bisa masuk 100%? Karena masalah sempit ruang di dalam tanah tadi dan juga karena adanya kemiringan tanah? Dan tetap saja sebagian dari saya akan mengalir ke sungai dari tempat tinggi ke tempat rendah.. Buktinya kan ada sungai pak. Dari jutaan tahun lalu sebelum kaum bapak "membangun" kan sungai sudah ada. Lah tempat jalur jalan saya bernama sungai juga bapak ganggu. Resmi atau gak "dibangun" jalir saya dipersempit. Ditambah lagi dijadikan lahan sampah sampah kaum bapak. Ya hak saya di rampas.  Ya meluap lah saya kemana mana.

Jadi bapak mikir dong, jangan wawancara saya....yang jelas gak bisa pak kalau zwro runoff. Kalau minimal runoff ya bisalah pak. Tapi itu bapak, kaum manusia, yang harus kerja. Bukan saya pak. Saya mah yang namanya Banyu kek, Air kek, Water kek, selalu menurut pak. Lah bapak taruh di gelas saya berbentuk gelas, baapk taruh di mangkok ya saya berbentuk mangkok..

dst....

Jadi mikirlah pak, bu. Kan tanpa saya bapak ibujuga gak bisa hidup!!

Waduuuuhhhh.... Diam deh saja seribu bahasa. Kalau ada ekor mungkin ekor saya sudah terlipat.

GTL, 210210