Di musim penghujan yang sudah dimulai ini, ramai pembicaraan di sosmed tentang efektifitas sumur resapan dalam “mengembalikan air ke bumi”, sampai-sampai di beberapa sosmed timbul “perdebatan” yang cukup hangat.
Agar menjadi lebih jelas secara teknis saya ingin menyambung tulisan saya 7 November 2021 lalu yang berjudul “Efektifkah Kolam Modular untuk Mengurangi / Mengatasi Genangan dan Banjir??” dengan tulisan singkat di bawah ini.
Kemampuan tanah dalam menerima air kembali ke bumi sangat tergantung kepada dua hal utama, yaitu:
- Permeabilitas, yaitu kemampuan tanah dalam menyerap dan mengalirkan sejumlah air dalam satuan waktu tertentu.
- Tingkat Kejenuhan, yaitu berapa persen pori-pori tanah yang sudah terisi air.
Berapa Nilai Permeabilitas?
Permeabilitas dalam ilmu geoteknik diberi simbol k, besarnya sangat bervariasi. Berikut adalah nilai tipikal berdasarkan jenis tanah:
- Tanah pasir, memiliki permeabilitas sebesar 1 x 10-5 m/detik hingga 1 x 10-3 m/detik, ini berarti tanah pasir berkemampuan mengalirkan air dengan jarak 86.4 cm/hari hingga 86.4 m/hari.
- Tanah lempung, memiliki permeabilitas sebesar lebih kurang 1 x 10-9 m/detik , yang berarti tanah lempung berkemampuan mengalirkan air dengan jarak hanya 31.5 mm/tahun!!
- Tanah lempung berlanau dapat memiliki permeabilitas sebesar lebih kurang 1 x 10-7 m/detik, atau setara dengan kemampuan mengalirkan air sebesar 26 cm per bulan atau setara 3.15 m per tahun.
Berapa Nilai Tingkat Kejenuhan?
Tingkat kejenuhan dalam ilmu geoteknik diberi symbol Sr. Besaran-nya sebagai berikut:
- Tanah kering, tingkat kejenuhannya adalah NOL, artinya pori-pori tanah masih kosong dan belum terisi air.
- Tanah yang sudah lama berada di bawah permukaan air tanah, tingkat kejenuhannya adalah 100%, berarti pori-pori tanah sudah penuh air, dan tidak dapat lagi menerima air.
- Tanah jenuh sebagian, artinya masih ada ruang di pori-pori tanah untuk menerima air.
Efektifitas Sumur Resapan
Jadi efektifitas sumur resapan tergantung jenis tanah dasar dan tingkat kejenuhan tanah dasar dimana sumur resapan tersebut dibuat.
Jika jenis tanah di area sumur resapan merupakan tanah lempung dan tanah lempung berlanau, maka kecepatan air merembas sangatlah lambat (lihat angka permeabilitas di atas). Apalagi jika muka air tanah sudah dekat dengan permukaan tanah, misalnya hanya sekitar 1-2 m dari permukaan tanah, maka tanah di bawah itu sudah jenuh air dan tak lagi dapat menerima air. Jadi dalam kondisi ini sumur resapan dapat dipastikan sangat-sangat rendah efektifitasnya.
Bagaimana jika jenis tanah dasar merupakan tanah pasiran? Tentunya akan jauh lebih efektif. Namun perlu diingat jika tanah pasir tersebut sudah jenuh air (terletak di bawah muka air tanah), maka tanah pasir tersebut juga sudah tidak dapat menerima air. Artinya ya juga tidak efektif.
Sayang sekali pada umumnya tanah di Jakarta antara permukaan tanah hingga ketebalan 10-20m di bawah adalah berupa tanah lempung berlanau atau tanah lempung dan muka air tanah relatif dekat dengan permukaan tanah, dan tanah yang dekat dengan permukaan pada umumnya juga sudah jenuh sebagian (artinya sebagian pori-pori tanah sudah terisi air).
Bagaimana supaya efektif? Nah ini ada faktor lain, yaitu yang disebut HEAD di dalam ilmu geoteknik. Supaya air dapat mengalir diperlukan selisih HEAD. Nah kalau sumur resapan mau efektif, selisih HEAD harus besar. Awamnya, selisih level air dalam sumur resapan terhadap level muka air tanah harus lumayan besar. Nah kalau muka air tanah hanya 1.0m hingga 2.0m dari muka tanah ya tidak cukup besar!! Bagaimana supaya cukup besar? Jalannya adalah memberi tekanan pada air di sumur resapan dan ini tentunya tidak bisa dilaksanakan secara sistem gravitasi saja seperti yang ada sekarang. Dan secara praktis tidak mungkin juga memberi tekanan pada semua sumur resapan, karena akan diperlukan pompa tekan pada setiap sumur yang tentunya akan memakan biaya yang sangat tinggi.
Jadi apakah sumur resapan tidak berguna? Oh tidak, gunanya jelas ada, yaitu untuk menjaga agar muka air tanah tidak turun. Kalau setiap rumah membangun sumur respan jelas ada baiknya dalam menjaga level muka air tanah agar stabil. Karena kalau muka air tanah turun terus akibat pemompaan misalnya, itu akan berakibat permukaan tanah turun karena kehilangan gaya angkat dari air.
Lalu apakah efektif mengatasi/mengurangi banjir??? Nah disini permasalahannya saya piker terletak di cost benefit ratio dan selanjutnya secara teknis silakan dijawab sendiri berdasarkan tulisan di atas. Mohon maaf bagi yang tidak sependapat, saya disini hanya mengemukakan secara ilmu geoteknik. Dan tidak ingin memperdebatkan permasalahan di luar ilmu geoteknik karena itu di luar kapasitas saya yang hanya merupakan orang geoteknik.
Salam geoteknik,GTL, 211113.